Tahun 2017 kemaren, saya
mengikuti ujian seleksi penerimaan CPNS, dengan harapan iseng-iseng berhadiah,
atau iseng-iseng membawa keberuntungan. Akan tetapi saya belum beruntung,
mungkin karena tidak terlalu fokus dalam mengikuti seleksi tersebut, dan juga
tidak memberitahu orang tua bahwa akan mengikuti seleksi tersebut, alhasil saya
pun gagal setelah mengikuti tahap ke-2 (ujian tertulis) proses seleksi
tersebut.
Sumber Gambar : Google Image |
Namun,
berbeda dengan orang yang serius dalam mengikuti tes tersebut. Dalam waktu
bersamaan, anak dari orang karyawan di tempat saya bekerja juga mengikuti tes
tersebut, nggak tanggung-tanggung, 3 orang sekaligus yang mengikuti tes
tersebut. Dan 1 diantara 3 tadi lulus, dan telah ditetapkan SK oleh Pemerintah
yang berwenang tentang hal itu.
Singkat
cerita, Bapaknya (satu kantor dengan saya tadi) bercerita bahwa salah satu anak
beliau (karena lebih tua dari saya) tersebut lulus dalam mengikuti tahap per
tahap tes yang diikutinya, dan beliaupun menceritakan kenapa anaknya Lulus 1
dari 3 orang yang juga sama-sama mengikuti tes tersebut.
Sambil
penuh semangat beliau bercerita, satu hal yang beliau lakukan ketika anak-anak
beliau mengikuti tes tersebut, yaitu berdo’a didalam Shalat Tahajjud. Esok hari anak-anaknya akan melakukan Tes, malam
sebelumnya Beliau memohon didalam doa dan didalam heningnya malam kepada Allah
S.W.T.
Adapun do’a yang
beliau panjatkan dalam shalat Tahajjud ialah;
1. Ya Allah...... Luluskanlah Anak-anak hamba dalam menjalani Tes CPNS tersebut.
2. Ya Allah...... Jika engkau tidak meluluskan mereka semuanya, Maka
luluskanlah 2 orang saja.
3. Ya Allah...... Jika engkau tidak meluluskan 2 dari mereka bertiga, maka
luluskanlah 1 orang saja.
Selesai, begitu
do’a beliau, beliau bercerita.
Pertanyaannya..?
kenapa tidak ada do’a
“Ya Allah.... Jika mereka
tidak lulus ke 3 nya, hamba pasrah, dan engkau maha, dan lain sebagainya.”
Jelas beliau, “kita
ini meminta, bukan memasrahkan diri, toh dengan meminta di kasih, ngapain
pasrah saja, ya kan. Itu namanya harapan dan mengemis, mengemis kepada yang
sesungguhnya, meminta kepada yang sebenarnya, memohon kepada pemberi, dan
mengharap kepada yang semestinya.”
Dalam hati saya berpikir,
benar juga ya,terkadang, termasuk saya pribadi, sering pasrah dalam berdo’a, seperti
misalnya ; Yaa Allah... Jika gagal, jika
buruk, jika jatuh, jita sakit dan lain sebagainya, hamba percaya atas apa
keputusan mu, karena engkau maha mengetahui apa yan terbaik bua umatmu.
Kenapa tidak dengan ; Ya Allah, Hamba mau
berhasil atau sukses, kabulkan lah, hamba mau kebaikan, kabulkanlah, hamba mau
bangkit, kuatkanlah, hamba mau sehat, kabulkanlah.
Ngomong bae
Mas...., belum tentu juga dikabulkan, nanti terlalu berharap, tidak dikabulkan
malah stres. Hihihi
Mungkin kelemahan
saya juga, didalam meminta dengan do’a
saja kita sudah lemah, apa lagi berjuang dengan ikhtiar. (berat ini untuk
dilakuin).
Kemudian, Oooo...
mungkin yang membuat saya gagal dala tes itu mungkin ini, sudahnya tidak
serius, tidak meminta doa kepada orang tua di perparah lagi saya sendiri
Shalatnya terkadang kayak puasa Sunnah deng (tak patut).
Kedepan saya harus
mempertimabngkan bahwa :
-
Restu orang tua itu memang perlu
adanya (selama orang tua masih hidup). maka,
-
Doa orang tua mengantarkan anaknya
ke apa yang akan di inginkan si Anak. Dan,
-
Anak ketika melakukan apapun, akan
mendapatkan hasil yang maksimal.
Kata orang-orang
tua terdahulu, Haqul Yakin. Orang tua yakin mendo’akan anaknya bahwa anaknya
pasti berhasil, sianak Yakin bahwa do’a orang tua lah yang akan membawa segala
yang diinginkan. Dan sayapun belum sampai ke tahap ini pemahamannya dalam
menjalani hidup.
Tulisan ini sekedar
pengalaman, dan ditulis sebagai pengingat, sukur-sukur dilakukan, kalau tidak
dilakukan ya sudah lah. Toh kita
mempunyai cara tersendiri untuk menjalani hidup. Sekian, dan terima kasih.
0 Komentar untuk "Ketika Do'a Menjadi Tumpuan"