Suka Duka Menjadi Pegawai Honorer

Samarinda, 13 April 2019 : Menjadi tenaga kerja Honorer terkadang menjadi harapan banyak orang, karena asumsi sebagian orang bekerja sebagai tenaga kerja Honorer suatu saat bakal bisa menjadi PNS atau ASN istilah sekarang (saya juga mengharap hal yang serupa). Saya sendiri adalah pekerja Honorer disalah satu Instansi Pemerintahan, sebagai Honorer Teknis banyak suka duka yang saya temui.
Suka, Perjalanan Dinas, selain dibiayai dan juga mendapat uang saku (Lumsum), perjalanan dinas juga merupakan refres otak selama bekerja sekalipun tugas tetap harus diutamakan. walau volume yang didapat relatif rendah dibanding ASN, namun patut juga di syukuri sebagai tenaga kontrak atau non ASN. Bagi yang beruntung seperti saya, saya pernah melakukan perjalanan dinas ke kampung halaman saya sendiri, kebetulan sudah 4 tahun tidak pulang kampung terkendala biaya, jalan lain pun datang mengajak saya untuk pulang kampung. Selama 10 tahun bekerja di Instansi Pemerintah saya telah banyak mengunjungi wilayah-wilayah di Indonesia yang dulu tidak pernah saya bayangkan akan mengunjungi daerah tersebut, seperti Bali, Jogja, Bandung, Malang, Depok, Bogor dll apa lagi luar kota yang masih satu provinsi, hampir semua kab./kota yang tersebar di provinsi Kalimantan Timur pernah saya datangi (Bayangin aja dari Kalimantan Timur dapat tugas luar daerah ke Padang, tanah kelahiran atau kampung halaman yang mana keluarga saya disini semua yang sdah 4 tahun yang tidak saya kunjungi, rejeki lah ya...)

Duka, Duka agak banyak, mari kita bahas satu persatu
  1. Jam kerja, jam kerja yang di alami oleh tenaga Kerja Honorer/Kontrak cendrung tidak mengacu pada apa yang telah di sepakati pada SK kontrak kerja. Saya terkadang dan harus tidak pulang kerumah karena pulang dari kerjaan terlalu malam, sedangkan jarak antara rumah dengan kantor sekitar 30 menit. Dan saat sedang melakukan tugas pokok yang belum selesai, ada lagi tugas tambahan yang mendesak yang harus dikerjakan yang diperintah oleh atasan, atasan bagi tenaga kerja Honorer bukan hanya seorang pimpinan pucuk, melainkan seluruh pegawai ASN sudah terasa seperti pimpinan yang menyuruh atau meminta tolong kerjaan yang bukan tugas pokok kita. Sebenarnya masalah jam kerja, hampir semua karyawan baik swasta, BUMN, BUMD dan pemerintahan, sudah menjadi rahasia umum bagi karyawan rendahan mendapat jam kerja yang tidak sesuai dengan kontrak kerja.
  2. Kepastian Hukum, undang-undang yang mengatur tentang tenaga kerja non PNS/ASN masih lemah, baik mengatur tentang jam kerja, cuti, upah kerja dan lain sebagainya, hak-hak ini lah yang luput didapat oleh pekerja Non ASN seperti saya. Sedikit cerita, mengenai Upah, tahun 2016 upah yang saya terima perbulannya berkisar 800 rban, sedangkan upah minimum untuk regional pada tahun 2016 adalah sebesar 2,150 Jt. Masalah cuti, selama bekerja 10 tahun sebagai tenaga honorer, saya belum pernah mendapat cuti, kalau izin pernah, pada saat ditanya ke bagian kepegawaian mengenai cuti untuk tenaga Honorer, mereka menjawab dan berdalih bahwasanya untuk tenaga Honorer tidak ada cuti yang diberlakukan. Namun tidak puas sampai disitu, mencoba mencari informasi di Internet saya menemukan sebenarnya itu semua telah diatur undang-undang tenaga kerja, namun kenyataan di lapangan, ketika pegawai honorer mau mengajukan cuti sering tidak di tanggapi dengan bijaksana oleh orang-orang yang memeliki keputusan sehingga yang bersangkutan menjadi kebingungan dan cendrung takut dalam mengajukan cuti tersebut, ketakutan seperti akan di berhentikan atau mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan kedepannya. Namun bagi sebagian instansi yang mengerti tentang tatanan hukum ketenaga kerjaan, bahkan intansi tersebut menawari cuti bagi bawahannya. Satu lagi yang tidak kalah penting ialah masalah THR (Tunjangan Hari Raya), hal ini menjadi momok yang menegangkan tersendiri bagi pekerja Honorer. Selama bekerja di Bidang Pemerintahan, saya sendiri pun sebenarnya belum pernah menemui THR yang pasti dari instansi tempat saya bekerja, namun untuk mengakali hal tersebut, kami pekerja Honorer biasanya diberikan sebuah Perintah Tugas di akhir-akhir puasa, dan itu dijadikan sebagai THR karena tidak dianggarkan dalam anggaran Instansi, dan bahkan ada yang mengambil dari kegiatan Operasional lainnya yang nilainya tidak mencapai 50% dari Gaji yang diterima. Ada sebuah cerita yang agak terenyuh dari THR, tahun 2018, yang mana seluruh ASN di Indonesia memperoleh gaji ke -14 dan tunjangan kinerja (Tukin) pada saat memasuki Lebaran, dan semua ASN pun sontak kaget dan riuh karena menerima banyak tunjangan menjelang Lebaran, didepan para Honorer mereka riuh akan hal itu seakan masa bodo sama lu pegawai Honorer, rasanya itu kayak ditempeleng pakai sapu lidi. Saat semua orang begitu bahagia karena ada tambahan pendapatan menyambut lebaran, sementara kita gigit jari mendengar orang yang begitu sumbringah menerima banyak tunjangan menjelang hari lebaran.
Itu kejadian atau pengalaman yang saya alami selama menjadi Pegawai/Tenaga Honorer. Buat para pengambil kebijakan, apa yang anda dengar dan baca di Sosial Media mengenai "Pegawai Honorer Bak Anak Tiri" mungkin tidak 100% benar adanya, namun kondisi terbesar ialah seperti itu, maka dari itu, sekalipun sudah diatur oleh undang-undang mengenai tenaga Honorer, mungkin perlu penekanan kepastian hukum lagi buat kami para pekerja Honorer, agar apa yang di gaungkan "MEMANUSIAKAN MANUSIA" itu benar-benar tercapai dan terlaksana.

Ini hanyalah secercah pengalaman pribadi yang di alami, jika ada yang kurang tepat dengan sebagian orang, mohon maaf atas semua itu. Kalau ada pengalaman menarik lainnya, mari saling berbagi.

Wassalam, Salam Tenaga Honorer.

Related : Suka Duka Menjadi Pegawai Honorer

1 Komentar untuk "Suka Duka Menjadi Pegawai Honorer"

Betul bos, pegawai honorer gaji kecil, tanggung jawab besar, semua pekerjaan pns di limpahkan ke honorer, dancok,mending pindah saja bos cari kerjaan yg lain, yg sesuai dengan pekerjaan besar =gaji besar,