Kenapa Pacaran itu dilarang, sedangkan Ta’aruf
dianjurkan atau diperbolehkan bagi Muslim, apa yang membedakan.
Saya pernah mengalami perdebatan dengan seorang
teman perempuan (sebut saja namanya April-kebetulan
sekarang bulan April-) masalah Pacaran dan Ta’aruf. Perdebatan itu terjadi
saat teman Perempuan saya tersebut berucap bahwa dia tidak ingin Pacaran dan
maunya Ta’aruf untuk menghindari dosa begitu pungkasnya, dan perdebatan sengit
pun terjadi ;
Saya ; Memang apa sih beda Pacaran dengan
Ta’aruf ?
April ; Beda lah, Ta’aruf itu ndak Berdosa, Pacaran itu Dosa ?
Saya ; Emang ada Dalil yang mengatakan Pacaran
itu dilarang sehingga
menimbulkan dosa ?
April ; Ada dong….
Saya ; Apa coba bunyi Dalilnya ?
April ; Hmmmm….. Apa ya…., Pokoknya dilarang
bagi kita umat Muslim.
Saya ; Tapi ada ndak Dalil
syar’i nya yang mengatakan demikian toh, setau saya yang dialarang itu Zinah,
kalau Ayat yang mengatakan pelihara Pandangan dan Kemaluan baru ada. Sekarang,
tujuan kamu untuk Ta’aruf apa ?
April ; Supaya saling mengenal
lah satu sama lain.
Saya ; Inti kita dari pacaran
terleas dari Perspektif yang negatif, itu apa, sama bukan, untuk mengenal satu
sama yang lain.
Sumber Gambar : Google Image |
April ; Tapi kan pelaksanaanya
beda, Ta’aruf kan harus didampingi kedua belah pihak Keluarga, sedangkan
pacaran kan berduan, tempat yang sepi pula, itu kan mendekati Zina.
Saya ; Jadi…?
April ; Dilarang Pacaran.
Saya ; Sak karep ne Dewe, bukan
Pacaran yang dilarang, melainkan perbuatan yang terselubung didalamnya yang
dilarang, karena pacaran itu telah identik dengan sebuah hal yang negatif,
kenapa ? banyak hal yang ber[eran, media salah satunya, hampir tiap jam, hari
atau menit seklipun kita disuguhi oleh Media bahwa seakan makna dari Pacaran
tersebut Ialah Dua Lawan Jenis yang Berpegangan Tangan, Pelukan, Kecupan
(Ciuman) dan atau bermesra-mersraan. Namun kalau menelaah ke tujuan dasar dari
Pacaran itu sendiri ialah untuk saling mengenal antara kita dengan calon Muhrom
kita kelak, bukan untuk menyentuh, merasa dan meraba. Andai semua orang menggunakan
prinsip itu, apakah Pacaran itu masih dilarang ?. Coba kalau Pacaran dirumah
duduk bareng sama keluarga si Do’i sambil ngeteh, lah kalau begitu sama dengan
Ta’aruf juga bukan ?
April ; Kalau itu ya mungkin Gak
apa-apa. Tapi tetap aja namanya Pacaran.
Saya ; Nah, apa bedanya kalau
misal kita lagi ngobrol dengan calon pasangan kita, kemudian didampingi oleh
keluarga nya atau keluarga kita sekalipun.
April ; Beda lah.
Saya ; Dalam hati berkata (Woman Always Right). Ok lah kalo
begitu, saya mau nyari makan dulu, Laper.
Begitu lah dialog singkat saya waktu itu
membahas masalah Pacaran dan Ta’aruf. Ada dalil yang mengatakan ;
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ
مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا
الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ
وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ
الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan
bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina
kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina
lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh).
Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan
berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari
yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
Imam Nawawi –seorang ulama besar Syafi’iyyah- berkata,
”Makna hadits ini adalah bahwa anak
Adam telah ditetapkan bagian untuk berzina. Di antaranya ada yang berbentuk
zina secara hakiki yaitu memasukkan kemaluan kepada kemaluan yang haram. Di
samping itu juga ada zina yang bentuknya simbolis (majas) yaitu dengan melihat
sesuatu yang haram, mendengar hal-hal zina dan yang berkaitan dengan hasilnya;
atau pula dengan menyentuh wanita ajnabiyah (wanita yang bukan istri dan bukan
mahrom) dengan tangannya atau menciumnya; atau juga berjalan dengan kakinya
menuju zina, memandang, menyentuh, atau berbicara yang haram dengan wanita
ajnabiyah dan berbagai contoh yang semisal ini; bisa juga dengan membayangkan
dalam hati. Semua ini merupakan macam zina yang simbolis (majas). Lalu kemaluan
nanti yang akan membenarkan perbuatan-perbuatan tadi atau mengingkarinya. Hal
ini berarti ada zina yang bentuknya hakiki yaitu zina dengan kemaluan dan ada
pula yang tidak hakiki dengan tidak memasukkan kemaluan pada kemaluan, atau
yang mendekati hal ini. Wallahu a’lam” (Syarh An Nawawi ‘ala Muslim) Sumber : https://rumaysho.com
Andai Pacaran itu dilakukan seperti Ta’aruf,
mungkin tidak akan ada orang atau Ulama sekalipun mengkritik hal tersebut. Sedikit
gambaran Perbedaan Ta’aruf dengan Pacaran ;
1.
Proses
Ta’aruf dimulai dari bertanya kepada Keluarga terdekat Calon yang kita
kehendaki, Kakak misalnya, Adek, Orang Tua, Tante dan yang ada hubungan
keluarga lainnya, bukan langsung kepada tujuan.
2.
Pacaran
sendiri juga sama, bedanya bukan bertanya kekeuarga melainkan teman dari Calon
yang kita kehendaki.
3.
Ta’aruf
apakah sudah bisa dipastikan akan menjadi Muhrom/Muhrim (saya kurang tau
tentang itu), belum tentu, Ta’aruf hanyalah ikhtiar.
4.
Pacaran,
ada istilah Putus, Break dan Lain sebagainya, intinya ialah bukan tujuan untuk
menghalalkan. Ada juga yang berhasil sampai tujuan Pernikahan.
5.
Ta’aruf
dilakukan dalam waktu yang singkat.
6.
Pacaran,
bisa 4, 5, 2 dan 1 tahun biasanya.
Pesan yang ingin disampaikan ialah janganlah
mengatakan orang yang mengatas namakan Pacaran dalam proses pengenalan terhadap
calon Mahrom/Muhrimnya itu sebuah dosa atau zinah. Hati-hati dalam menggunakan
kalimat Zinah, karena dari Hadits diatas dengan anda memandang seseorang yang
bukan Mahrom/Murim saja itu sudah merupakan Zinah, Zinah juga punya tahapan
seperti yang dijelaskan oleh Hadits diatas.
Jadi, Pacaran atau Ta’aruf hanyalah kalimat, yang
terpenting ialah bagaimana memaknai kedua Kalimat Tersebut. Bagi yang Agamanya
kuat mungkin bisa menggunakan kalimat Ta’aruf dan bagi yang beragama dangkal
seperti saya (suatu saat akan saya dalami) mungkin menggunakan kalimat Pacaran.
Intinya, Kembali ke pokok masalah, Bukan Dari Kalimat Apa Yang Kita Gunakan
Melainkan Dari Cara Apa Yang Kita Pakai. Itu.
Hindari yang buruk dan merugikan, lakukan yang baik
dan menguntungkan, selamat menjalankan aktifitas, hanya sharing.
0 Komentar untuk "Ta'aruf apa Pacaran"